Tempat : Padang Tasik Varsiti (berhadapan fak engine)
Utk pengangkutan & pertanyaan, hubungi:
Nantikan permainan santai khas buat suma adik beradik..
P/s: makanan & minuman disediakan
~ SEKALI BERSUA, SEABAD TERASA~
" Semaikan Islam di hati, Tanamkan iman nan suci, Bajai takwa setiap hari, Berbuahlah bahagia hakiki "
Limpahan puji ke hadirat Allah Maha Raja Tunggal dan Abadi, Maha Melimpahkan keindahan Dzat-Nya, yang merupakan isyarat dengan penciptaan alam semesta, merupakan lambang yang menyeru hamba-Nya untuk mendekat kepada keridhaan, kepada pengampunan, kepada kesucian, kepada keluhuran, kepada kebahagiaan dunia dan akhirat, dari yang Maha Tunggal Menguasai kerajaan dunia dan akhirat. Allah Maha penguasa dan Maha menguasai setiap kejadian, Maha Menawarkan kedekatan dan Cinta-Nya kepada hamba-hamba-Nya, dan Maha Menghibur hamba agar jangan risau dan jangan putus asa dari Rahmat-Nya, Dialah Allah, Yang telah menyeru para pendosa dengan Firman-Nya:
“Katakanlah Wahai hamba-hamba-Ku, yang telah melampaui batas dalam berbuat dosa, jangan berputus asa dari kasih sayang Allah, sungguh Allah Maha Mengampuni semua dosa, dan sungguh Allah Maha pengampun dan berkasih sayang.” (QS. Az-Zumar: 53)
Diriwayatkan oleh Hujjatul Islam Al-Imam Qadhi Iyad di dalam kitabnya Asy-Syifa’, menukilkan riwayat bahwa ayat ini adalah ketika sang pembunuh Sayyidina Hamzah bin Abdul Muthalib radhiyallahu ‘anhu pamannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu Wahsyi, seorang budak yang memang sengaja membunuh Sayyidina Hamzah bin Abdul Muthallib radhiyallahu’anhum di dalam perang Uhud, di saat perang Uhud itu Sayyidina Hamzah bin Abdul Muthallib di tombak dari kejauhan dari belakang tubuhnya hingga wafat dan Wahsyi tidak cukup hanya dengan itu, Wahsyi membelah dada Sayyidina Hamzah, mengeluarkan jantungnya, memotong hidung dan telinga dan bibir dan mencungkil kedua matanya lantas di bawakan kepada Hindun.
Inilah dosa Wahsyi, orang yang telah membunuh paman dari Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu mengeluarkan jantungnya dari dadanya, jenazah itu di robek dan di keluarkan jantungnya, dicungkil kedua mata, bibir, hidung dan kedua telinganya dan dibawakan untuk tuannya.
Lalu di saat itu, disaat Fatah Makkah, Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam masuk ke Makkah dengan 100 ribu muslimin muslimat, Wahsyi melarikan diri, ia menjauhkan diri sampai ke pantai, istrinya datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam : “Wahai Rasul, suamiku mempunyai dosa yang sangat besar, kalau ia masuk Islam dan bertaubat, apakah suamiku di ampuni?” Maka Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam berkata, “Allah memaafkan semua yang terdahulu jika orang mau bertaubat, masuk Islam, taubat, sudah tidak ada lagi dosa.”
Maka Istrinya pun menemui Suaminya di pantai, berkata Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam, “Allah akan mengampuni semua yang lalu kalau kau mau bertaubat dan masuk Islam.”
Wahsyi berkata pada Istrinya, “Kamu tahu bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam tahu bahwa kamu istri saya?” Maka berkata istrinya, “Tidak aku sampaikan.” Wahsyi berkata, “Katakan dulu, mustahil aku diampuni.”
Maka Istrinya balik lagi kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, “Ya Rasulullah, apakah betul semua dosa akan di ampuni? Suamiku ketakutan.”
Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam berkata, “Sudah kusampaikan beberapa waktu yang lalu, Allah memaafkan apa-apa yang terdahulu.” Maka Istrinya berkata, “Ya Rasulullah, suamiku adalah Wahsyi yang telah membunuh pamanmu, merobek dadanya, mengeluarkan jantungnya, mencungkil kedua matanya, dan memotong bibir, hidung dan kedua telinganya.”
Berubah wajah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau terdiam dan tidak menjawab, menunduk. Turunlah ayat, “Katakan (wahai Muhammad bahwa Allah berfirman:) ‘Wahai hamba-hambaku yang telah melampaui batas dalam berbuat dosa, jangan berputus asa dari kasih sayang Allah, Allah mengampuni semua dosa.’”
Rasul menyampaikannya kepada para Shahabat dan kepada istri Wahsyi. Istri Wahsyi menyampaikan kepada suaminya. Datanglah Wahsyi masuk Islam. Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam berkata, “Kau Wahsyi yang telah membunuh pamanku Hamzah bin Abdul Muthallib?” Wahsyi menjawab, “Betul wahai Rasul, aku telah berbuat ini dan itu.”
Rasul bersabda, “Kumaafkan kesalahanmu. Namun satu hal, jangan perlihatkan wajahmu lagi di hadapanku setelah ini.”
Wahsyi bertanya, “Kenapa wahai Rasulullah, bukankah kau sudah memaafkan aku?” Rasul menjawab, “Aku sudah memaafkanmu. Tetapi jika aku melihat wajahmu, aku terbayang wajah Hamzah bin Abdul Muthallib yang rusak dihancurkan olehmu saat itu. Aku teringat wajah Hamzah. Maka jangan muncul di hadapanku lagi.”
Wahsyi kemudian terus kecewa di dalam hatinya sampai munculnya Musailamah Al Kaddzab, musuh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ia berkata, “Nah, ini tombak yang kugunakan untuk membunuh Hamzah bin Abdul Muthallib. Akan kugunakan juga untuk membunuh Musailamah Al Kadzab. Barangkali sedikit bisa menebus dari pada kesalahanku yang lalu.”
Kita lihat Sang Maha Lembut Rabbul ’alamin berbuat kepada orang yang demikian, Wahsyi, Allah menjawab keputus asaannya dengan kasih sayang Allah yang berkata pada istrinya “mustahil aku diampuni karena aku sudah berbuat dosa yang sangat besar, membunuh pamannya Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam” namun justru Allah memanggilnya untuk kembali kepada cintanya, “Jangan putus asa dari kasih sayang Allah.”
Kenalilah Tuhanmu yang Maha Lembut dan Maha Berkasih-sayang, tiada yang lebih lembut dari-Nya, tiada yang lebih santun dari-Nya, Tiada yang lebih menerima dari-Nya, tiada yang lebih mengerti dan memahami keadaan kita kecuali Allah Yang Mencipta kita dari tiada, Yang Mengetahui setiap Detik hari-hari kita yang lalu dan yang akan datang, yang memberi kita dengan pemberian yang tidak bisa diberi oleh makhluk satu sama lain, yang paling berkasih sayang lebih dari semua yang mencintai kita. Dialah Allah, yang telah mengutus hamba yang paling dicintai-Nya, yang mempunyai sifat yang sangat lemah lembut, Sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, Shahibul Akhlak Sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, Shahibul Isro’ Sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, Shahibul Mi’raj Sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, Pemimpin kita dan idola kita yang berlemah lembut dan tiada manusia yang lebih lembut dari Muhammad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
“Sungguh engkau mempunyai akhlak yang agung.” (QS. Nun: 4)
“Telah datang kepada kalian utusan dari bangsa kalian, berlemah lembut dan sangat peduli atas musibah yang menimpa kalian dan sangat berlemah lembut kepada hamba-hamba Allah yang beriman.” (QS Attaubah: 128)
Dialah Sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Orang yang paling mencintai kita dari semua orang yang cinta pada kita, Sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Malam-malam agung ini mengingatkan dan mengundang ruh dan jiwa kita untuk mengingat peristiwa mi’raj Sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang naik ke langit dengan undangan tunggal dari Rabbul ’alamin. Tidak mengundang siapapun selain Muhammad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk datang menghadap. Hingga Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, diriwayatkan di dalam Shahih Bukhari, bersabda:
“Datang kepadaku Jibril as dengan dua lainnya. Lantas ia membelah dadaku dan mencuci dadaku dari mulai urat leherku sampai perutku. Lantas membawa baki dari emas dan menuangkan Iman dan Hikmah ke dalam sanubariku. Lalu mengembalikan posisi tubuhku seperti semula, lalu membawaku menuju Masjidil Aqsha dan di Masjidil Aqsha itulah aku bertemu dengan para Nabi dan Rasul. Lantas kemudian aku mulai naik melintas langit dunia.”
Kita fahami bahwa luas langit dunia sudah tidak terhingga. Manusia belum mencapai ujung batasnya karna terdapat padanya triliunan Galaksi dan belum terhitung triliunan lainnya yang jarak Galaksi terdekat dari Bima Sakti yaitu Andromeda sudah dua juta tahun kecepatan cahaya. Bagaimana Galaksi yang terjauh dan itu semua baru di langit dunia, karena Allah berfirman, “Kami jadikan di langit dunia itu bintang-bintang yang bercahaya” (QS Al Mulk: 5) Menunjukkan semua planet-plenet itu baru di langit yang pertama, yaitu langit dunia.
Dan Rasul menembus batas langit yang pertama itu, bukan Galaksi yang terdekat tapi ke ujungnya, bersama Jibril As dalam beberapa kejap saja. Jauh lebih cepat dari kecepatan cahaya, kalau kecepatan cahaya butuh waktu dua juta tahun menuju Galaksi yang terdekat (Andromeda), bagaimana Galaksi yang miliaran lainnya, gugusan-gugusan bintang yang berjumlah Miliyaran di angkasa ini kesemua jarak itu di tempuh dengan kecepatan yang jauh lebih cepat dari kecepatan cahaya.
Sampailah ke batas langit pertama, Jibril memerintahkan pintu langit di buka untuk Sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, maka berkata para malaikat penjaga pintu langit, “Siapa yang bersamamu wahai Jibril?” Jibril berkata: “Muhammad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.” Malaikat penjaga bertanya lagi, “Apakah ia sudah waktunya diutus dan bangkit bagi manusia?” Berkata Jibril : “Betul.” Maka Malaikat itu pun membuka pintu langit pertama dan berkata, “Selamat datang untuknya, semulia-mulia yang datang ke langit pertama telah datang.”
Fahamlah kita dari ucapan ini, tidak ada satupun makhluk yang lebih mulia menginjak langit pertama melebihi Sayyidina Muahmmad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Diriwayatkan didalam Shahih Bukhari :
“Selamat datang untuknya, semulia-mulia yang datang telah datang ke langit pertama”
Di saat itu, berjumpalah beliau dengan Nabiyallah Adam a.s, yang mengucapkan salam kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dengan ucapan, “Selamat datang wahai Nabi Yang Shaleh wahai keturunanku yang Shaleh.”
Maka saat itu Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam melihat Nabi Adam jika dia melihat ke kanan dia tertawa dan tersenyum, jika dia melihat ke kiri dia menangis. Maka berkatalah Rasul kepada Jibril: “Wahai Jibril, kenapa Nabi Adam ini kalau melihat ke kanan dia tersenyum, kalau lihat ke kiri dia menangis?”
Berkatalah Jibril: “Kalau ia melihat ke kanan, dia melihat arwah keturunannya yang Shaleh. Kalau ia melihat ke kiri, ia melihat arwah keturunannya yang kufur dan jahat sehingga menangis jika melihat ke kiri.”
Lalu Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam menembus langit yang kedua dan bertemu dengan Nabi Isa bin Maryam a.s dan di sambut oleh Nabi Isa as demikian didalam Shahih Bukhari dengan ucapannya : Tiadalah malaikat membukakan pintu kecuali bertanya
“siapa yang bersamamu wahai Jibril hingga kau perintahkan membukakan pintu langit kedua?”
Jibril berkata: “Yang bersamaku Muhammad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam”
Maka iapun berkata : “Selamat datang untuk Sang Nabi, semulia mulia yang datang di langit kedua telah datang”
Dibukalah pintu-pintu langit kedua untuk menyambut Sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan mereka pun menyambut gembira, para malaikat berdesakan menyambut kedatangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Demikian Riwayat Shahih Bukhari.
Lalu Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam menembus langit yang ketiga dan berkatalah Jibril, “Bukakan seluruh pintu langit” Berkatalah Malaikat langit ketiga: “Siapa Yang bersamamu wahai Jibril, sampai aku harus membukakan pintu langit ketiga ini?” Jibril berkata : “Muhammad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam” Maka berkata para malaikat dengan ucapan yang sama “Apakah sudah di utus?” Dijawab oleh Jibril as: “Sudah”
Berkatalah malaikat penjaga langit ketiga, “Selamat datang untuknya semulia-mulia yang datang di pintu langit ke tiga” Pintu langit ketiga dibuka dan Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam bertemu dengan Nabiyallah Yusuf a.s.,
Lantas Beliau naik ke langit keempat dengan sambutan yang sama dibuka pintu langit keempat untuk Muhammad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, disambut oleh para Malaikat dan para Nabi, disambut di langit ke empat Oleh Nabi Idris as. Lantas di langit kelima disambut pula oleh para Nabi.
Dalam satu riwayat, di langit keenam di sambut Oleh Nabiyallah Musa as, dan di langit ketujuh disambut oleh Nabiyallah Ibrahim as. Sedangkan di dalam riwayat lainnya disambut oleh Nabiyallah Ibrahim as di langit keenam, di langit ketujuh berjumpa dengan Nabiyallah Musa as. Kedua riwayat itu diriwayatkan dalam Shahih Bukhari.
Lantas Rasul berkata, “Setelah itu aku dinaikkan ke Baitul Ma’mur yang tempatnya tepat berada di atas Ka’bah, lantas aku berkata pada Jibril, ‘apa ini wahai Jibril?’ Jibril berkata: ‘Ini Baitul Ma’mur, 70 ribu malaikat shalat setiap harinya, lalu keluar dari Baitul Ma’mur 70 ribu, dan tidak pernah kembali lagi.” Setiap hari dikunjungi oleh 70 ribu Malaikat baru, tepat di atas ka’bah al Musyarrafah tempatnya.
Lantas Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam dinaikkan lagi sampai mendengar lauhul mahfuzh (ketentuan takdir) sampai ia mendengar yaitu keputusan-keputusan Allah subhanahu wata’ala. Lantas setelah itu diperintah untuk menghadap langsung kepada Allah subhanahu wata’ala. Jibril berhenti, tidak meneruskan menemani lagi. Karena dalam riwayat yang lainya Jibril berkata: “Aku tidak mampu terus menghadap kepada Allah, karena tidak diizinkan untuk menghadap, hanya engkau yang diizinkan untuk menghadap. Kalau aku naik, aku akan hancur terbakar oleh cahaya hijab dari hijabnya Allah subhanahu wata’ala. Cahaya dari 70 ribu tabir cahaya yang menutupi makhluk dengan Al Khaliq. Jika sampai aku ke hijab itu, aku akan terbakar.”
70 ribu tabir terbuka untuk Sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, dan Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam, diriwayatkan di dalam Shahih Bukhari, berjumpa dengan Allah subhanahu wata’ala, dan Allah subhanahu wata’ala telah berfirman :
“Saat itu sangat dekat dia dengan Allah subhanahu wata’ala” (QS Annajm 8-9)
Diriwayatkah di dalam Asy-Syifa’ oleh Hujjatul Islam Al Qadhi Iyad alaihi rahmatullah bahwa di saat itu Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam menceritakan : “Saat aku naik menuju Mi’raj, aku melihat di langit itu para malaikat bergemuruh dengan dzikir dan tasbih dan warna dan bentuk yang belum pernah aku lihat di permukaan bumi ada warna seperti itu dan bentuk seperti itu dan kulihat hamparan surga itu bentangan tanahnya adalah Misk yang di keringkan, minyak wangi yang mengering dari indahnya di campur dengan berlian dan juga mutiara dan kemudian aku sampai ketika menembus Muntahal khalai’iq (batas akhir seluruh Makhluk) tidak lagi kudengar satu suarapun, sepi dan senyap, tidak ada lagi bentuk dan warna warni dan saat itu akupun mendengar satu suara : “Mendekat, mendekat wahai Muhammad, tenangkan dirimu dari ketakutanmu wahai Muhammad!”
Maka beliau pun bersujud lalu berkata : “Attahiyyaatul Mubaarakaatush shalawaatutthayyibaatu lillah“ (Rahasia keluhuran, kebahagiaan, kemuliaan, keberkahan, milik Allah dan untuk Allah subhanahu wata’ala)
Maka aku mendengar jawaban : “Assalaamu ‘alayka ayyuhannabiyyu warahmatullaahi wabarakaatuh”, (Salam sejahtera wahai Nabi dan Rahmatnya Allah, dan keberkahannya)
Maka aku menjawab : “Assalaamu ‘alaynaa, wa ‘alaa ‘ibaadillaahish shaalihiin” (Salam sejahtera bagi kami (yaitu aku dan ummatku), dan hamba hamba yg shalih (yaitu para nabi dan malaikat)
Beliau tidak mau mengambil rahasia salam sejahtera dari Allah sendirian, tapi ingin menyertakan ummat beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dengan ucapan : “Salam sejahtera untuk kami (yaitu Nabi Muhammad dan ummatnya) dan para hamba Allah yang Shalih (yaitu para malaikat dan para Rasul dan Nabi).” Demikian sebagian ulama menjelaskan.
Maka diwajibkanlah 50 waktu shalat. Lantas beliau turun dan berjumpa dengan Nabiyallah Musa As, “Apa yang dikatakan Tuhanmu?” Nabi menjawab, “Aku diberikan hadiah untuk membawa shalat 50 waktu.”
Nabi Musa berkata, “Kembalilah..! Bani Israil tidak mampu melakukan 50 waktu, apalagi ummatmu. Ummatmu lebih pendek usianya, lebih lemah, lebih tidak berdaya. Kembali lagi, minta kekurangan.”
Maka Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam kembali, di kurangi 10 waktu, ketika meminta kekurangan seraya berkata : “Wahai Allah sungguh ummatku sudah sangat lemah dibanding ummat-ummat sebelumnya” Maka Allah subhanahu wata’ala menguranginya 10 menjadi 40 waktu.
Beliau turun pada Nabiyallah Musa. Nabi Musa a.s berkata : “Apa yang kau dapat, di kurangi berapa?” Rasul saw menjawab : “Sepuluh” Nabi Musa berkata, “Kembali lagi, 40 waktu tidak mampu dilakukan ummatmu, minta dikurangi lagi, minta keringanan”
Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kembali lagi pada Allah, dikurangkan lagi 10 hingga demikian sampai 5 waktu yaitu beliau bulak balik demi minta keringanan.
Di dalam salah satu riwayat yang tsiqah (riwayat yang kuat) Nabiyallah Musa a.s itu setelah beliau a.s mendengar firman Allah Swt di bukit Tursina, maka itu bukan di langit, tapi di bukit Tursina, setelah ia mendengar firman Allah Swt di bukit Tursina, kemudian ia pun turun dari bukit tursina. Ia menutup telingannya dari semua suara benda dan hewan karena ia tidak tahan mendengar buruknya suara benda dan hewan karena telah mendengar suara yang sangat begitu lembut dan indah mewakili firmannya Allah Swt, tidak kuat mendengar suara air, suara burung, suara manusia, suara hewan menyakiti telinga Musa as. Itu Nabiyallah Musa as di dunia, maka bercahaya terlihat di wajah Nabiyallah Musa dilihat oleh istri dan anak-anaknya, “Demikian terang benderang wajahmu” Nabiyallah Musa As berkata : “Aku tadi mendapat firman Allah Swt” Maka ketika di malam isra’ wal mi’raj, Nabi Musa a.s melihat Rasul Saw kembali dari hadapan Allah Swt dengan wajah yang terang benderang bias dari cahaya Rabbul’alamin subhanahu wata’ala, Nabiyallah Musa a.s bahkan mencari alasan supaya Muhammad kembali lagi ke atas supaya bisa balik lagi, jumpa lagi, melihat lagi cahaya keindahan Allah, wajah Beliau bagaikan cermin yang mencerminkan cahaya keagungan Ilahi, balik lagi keatas, balik lagi hingga berkali kali Nabi Musa as menyarankan, hal itu agar bisa menikmati bias dari cahaya keindahan Rabbul’alamin yang terlihat di wajah Sayyidina Muhammad Saw dan setelah itu Nabiyallah Musa pun ketika Rasul berkata :
“sudah cukup 5 waktu tadi sudah di beri pahala 50 waktu oleh Allah subhanahu wata’ala”
Nabi Musa berkata, “kembali lagi,” Rasul berkata : “aku sudah malu, karena Allah Swt sudah berfirman : “Aku sudah lewatkan dan sudah jalankan fardhu-Ku untuk hamba-hamba Ku”(Shahih Bukhari)
Yaitu Allah Swt telah menentukannya dan tidak lagi merubahnya 5 waktu, Allah Maha tahu shalat itu 5 waktu bukan 50 waktu, namun Allah ingin memberi isyarat kepada sang Nabi dan kepada ummat beliau, yaitu kita, berapa besarnya rindu kita kepada Allah Swt, dan berapa besarnya rindu Allah pada kita. Allah meminta 50 kali kita menghadap, kita 5 kali saja ada yang masih malas dan keberatan, berapa cinta Allah kepada kita, berapa cinta kita kepada Allah, Allah minta 50 kali, karena kita lemah kita diberi 5 kali tapi sama dengan 50 waktu seakan akan 50 kali menghadap Allah, inilah cinta-Nya Rabbul’alamin kepadamu.
Ketika Rasul saw turun dan melihat Musa a.s menangis lalu berkata : “Wahai jibril, kenapa ia menangis?” Jibril a.s berkata : “Ia menangis seraya berseru kepada Allah subhanahu wata’ala tentangmu dan ummatmu, inilah Nabi yang paling mulia melebihi ummatnya yang lebih banyak dari ummatku dan yang masuk surga dari ummatnya lebih banyak daripada ummatku.”
Maka menangis Nabiyallah Musa a.s berpisah dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam karena Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam kembali membawakan kepada kita hadiah Ilahiyah berupa 5 waktu yang luhur, 5 waktu suci untuk menghadap Ilahi, jiwa dengan jiwa, ruh dengan ruh, sanubari menghadap Allah subhanahu wata’ala dengan saat ruh menghadap Allah subhanahu wata’ala. Walaupun jasad kita di bumi tapi ruh dan jiwa kita dan sanubari kita saat mulai kita takbiratul ihram hingga selesai shalat yaitu salam, mulai takbiratul ihram hingga salam saat itu terbuka hijab antara kau dengan Allah subhanahu wata’ala, berhadapan dengan Rabbul’alamin, sebagaimana hadits Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam, diriwayatkan di dalam Shahih Bukhari : “Barang siapa yang melakukan shalat, sungguh ia sedang berbicara dan bercakap-cakap dan menghadap Allah subhanahu wata’ala”
Inniy wajjahtu wajhiya lilladziy fatharassamaawaati wal ardhi….dst “sungguh kuhadapkan jiwaku, hatiku, wajah hati ku, kepada yang menciptakan langit dan bumi yaitu Allah subhanahu wata’ala..”
Demikian rahasia keluhuran di dalam mi’raj. Sekilas kita buka, namun masih banyak lagi bagaikan samudera yang sangat luas yang tidak bisa diceritakan dengan lisan. Diantaranya adalah ucapan para penyair bahwa ketika Nabi Musa a.s menghadap Allah Swt di Bukit Tursina, maka disaat itu diperintahkan kepada Musa : “lepas kedua sandal mu wahai Musa kau berada di lembah yang suci” (QS Thaahaa 12)
Maka di saat Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam Mi’raj naik ke hadhratullah tidak di perintah membuka kedua sandalnya, maka berkata para penyair dalam syairnya, manakah yang lebih mulia, sandal atau Jibril as. Jibril tidak bisa naik ke hadhratullah, sandalnya Rasulullah naik ke hadhratullah subhanahu wata’ala. Tentu Jibril as lebih mulia dari sandal, sandal hanya terbuat dari kulit kambing, tapi karena sandal terikat dengan kaki Sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, walaupun terbuat dari kulit kambing, karena terikat dengan kaki Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, demikian pakaian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam naik ke hadirat Allah shallallahu ‘alaihi wasallam, tidak diperintah membuka kedua sandalnya; sebagai tanda bahwa orang-orang yang terikat hatinya dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sangat dekat dengan Allah subhanahu wata’ala. Allah tidak perintahkan semua yang bersama Rasul untuk berpisah, bahkan sandalnya pun tidak diperintahkan dibuka, menunjukkan lebih lagi hatinya yang terikat cinta pada Sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, mereka mendapatkan rahasia kemuliaan isra’ wal mi’raj, seluruh ummat beliau buktinya. Saat kita shalat, kita mengulang kembali kalimat percakapan Allah dengan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam : yaitu : attahiyyatul Mubaarakaatu….dst. Kalimat itu kalimat percakapan antara Allah dan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Kau ucapkan di dalam shalat, setiap shalat kita mengucapkannya, rahasia keluhuran isra’ wal mi’raj tumpah pada kita 5 kali setiap harinya. Ingin lebih, lakukan lagi. Ada shalat dhuha, ada shalat witir, ada shalat tahajjud, ada shalat shalat luhur lainnya.
Demikian sekilas dari rahasia keluhuran shalat. Tidaklah seseorang melewati hari-harinya di dalam shalat kecuali ia telah dalam keluhuran. Diriwayatkan di dalam Shahih Bukhari, bahwa ketika Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam mi’raj, berkata Sayyidina Anas bin Malik, ia melihat kubah-kubah yang terbuat dari mutiara yang ada danau disampingnya, kubah-kubah yang terbuat dari mutiara yang berlubang-lubang dengan keindahan, maksudnya, berlubang lubang dengan indah mutiara mutiara itu, memberikan tanya kepada jibril, “Apa itu jibril?”
Berkata jibril “Itu telaga al Kautsar”
Itu telaga yang sangat indah. Rasul berkata, diriwayatkan di dalam Shahih Bukhari atau riwayat lainnya bahwa jumlah cangkirnya sebanyak bintang di langit, cangkir-cangkir yang berada di telaga al-kautsar milik Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang Allah firmankan:
“Sungguh kami memberi kepadamu wahai Muhammad telaga al-kautsar, maka shalatlah kepada Allah, perbanyaklah doa dan berkurbanlah, dan orang-orang yang ingin mencelakaimulah yang akan celaka dan terputus keturunanya” (QS Al Kautsar)
Tiga ayat yang demikian singkat, tapi mensiratkan betapa mulianya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang diberikan oleh Allah telaga al kautsar. Di dalam riwayat yang tsiqah (riwayat yang kuat) jika pecah salah satu pecahan kecil dari cangkir yang ada di telaga al kautsar jatuh kepermukaan bumi, pecahan kecil itu lebih mahal dari seluruh perhiasan yang ada di muka bumi. Bagaimana jika satu cangkir sempurna?
Hati para sahabat dan para pecinta Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam, mereka meminta kepada Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam, ya Rasulullah saat kami nanti di telaga al kautsar, saat itu kami tidak mau meminum dari gelasnya. Lalu bagaimana? Ingin meminum langsung dari telapak tanganmu ya Rasulullah, telapak tangan mu lebih mulia dari seluruh cangkir yang ada di telaga al kautsar.
Demikian para sahabat Rasul, radhiyallahu’anhum, berkata Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam di akhir masa hidupnya seraya bersabda :
“Akan kalian lihat nanti setelah aku wafat hal-hal yang tidak menyenangkan, bersabarlah sampai kalian berjumpa denganku di telaga haudh.” (Shahih Bukhari)
Para pecinta Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam ditunggu oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di telaga haudh, semoga aku dan kalian dikumpulkan oleh Allah di telaga haudh, di telaga al kautsar bersama Sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, bersama para muhaajiriin dan anshar, ahlul badr, ahlul uhud.
Rabbiy kami bermunajat memanggil nama Mu yang Maha luhur, yang Maha membuka rahasia keluhuran dunia dan akhirat, yang Maha memiliki rahasia kebahagiaan dunia dan akhirat, Maha memiliki kunci-kunci kemudahan dunia dan akhirat, yang Maha memiliki cahaya kebahagiaan, keluhuran, pengampunan, dan kasih sayang, wahai yang berkasih saying kepada kami lebih dari semua yang mencintai kami, wahai yang Maha baik kepada kami lebih dari semua yang baik kepada kami.
Masing-masing kami mempunyai hajjat, mempunyai doa, mempunyai kebutuhan, ada yang terjebak hutang, ada yang terjebak masalah, ada yang terjebak kesedihan, ada yang terjebak kesusahan, ada yang igin bekerja tetapi belum punya pekerjaan, ada yang ingin punya keturunan belum punya keturunan, ada yang ingin menikah belum menikah, masing masing dengan hajjatnya, Rabbiy Engkau Maha melihat saat ini kepada segenap sanubari kami, (Firman Allah swt) : “apakah mereka mengira tidak ada satupun yang Melihat” (QS Al Balad.7) Apakah mereka tidak mengira bahwa Allah Swt yang Maha Tunggal selalu melihat mereka, “Bukankah telah kami berikan pada mereka penglihatan, kami berikan pada mereka ucapan, kami berikan pada mereka dua jalan (kebaikan dan keburukan) (QS Al Balad 8,9,10), mana yang ingin mereka pilih di dalam kedekatan kasih sayang atau dalam kemurkaan Ku. Semoga aku dan kalian dan semua keluarga, dan keturunan kita disatukan oleh Allah dan dipastikan oleh Allah di dalam orang-orang yang diridhoi Allah, orang-orang yang dimuliakan Allah, orang-orang yang dilimpahkan rahmat oleh Allah setiap waktu dan saat.
Rabbiy bimbinglah kami, maafkan dosa-dosa kami, hapuslah seluruh dosa-dosa kami, dan dosa ayah bunda kami, dan dosa kerabat dan saudara kami, suami kami dan istri kami, anak-anak kami dan keluarga kami yang masih mempunyai dosa dan belum terampuni hingga saat ini, ampunkan seluruh dosa mereka ya Rahman ya Rahim.
Mereka yang telah wafat dari ayah bunda, dari keluarga atau teman atau kerabat yang barangkali hingga malam ini masih terhimpit di alam kubur, bebaskan dari segala kesusahan ya Allah, dan mereka yang di dalam kemuliaan di dalam kubur, tambahkan kemuliaannya, dan mereka yang masih hidup Rabbiy limpahkan Rahmat dan keluhuran untuk mereka dan untuk kami semua.
Wahai Nama yang mengawali segala-galanya dari tiada menjadi ada, maka adakanlah segala apa yang kami minta, Wahai yang Maha mampu memberi melebihi semua yang mampu memberi, Wahai yang telah berfirman kepada kami (dalam hadits qudsiy) : “Wahai hamba-hamba Ku, jika berkumpul dari kalian seluruh jin dan manusia yang pertama dan yang terakhir di suatu lapangan yang multi luas, dan masing-masing kalian mempunya hajat dan meminta kepada Ku, (ada yang minta 1000 Surga, ada yang minta 1000 Arsy dengan masing-masing permintaannya) kuberikan semua yang kalian minta, tidak berkurang dari yang kumiliki, kecuali seperti jarum yang terangkat dari tengah lautan samudera” (Shahih Muslim)
Wahai Allah Yang Maha Luhur, limpahkanlah kami lebih dari apa yang kami minta, limpahkan permintaan kami lebih dari apa yang kami harapkan, ampuni semua dosa yang kami ketahui dan yang tidak kami ketahui, kami titipkan masa lalu kami dalam samudera pengampunan Mu, kami titipkan masa depan kami kepada samudera gerbang kebahagiaan Mu.
Limpahkan kedamaian, ketenangan, kebahagiaan, kesejukan dunia dan akhirat,
Kemakmuran Dunia dan akhirat. Kau terus memberi dan terus memberi, beribu-ribu anugerah Kau beri. Dalam sekali kami memanggil Nama Mu.
Wahsyi yang telah membunuh Sayyidina Hamzah bin Abdul Muthallib, menghancurkan badannya dan menghancurkan wajahnya, lari karena putus asa dari Mu ya Allah, Kau memanggilnya kembali karena kasih sayang Mu, agar jangan putus asa dari kasih sayang Mu, alangkah indahnya Engkau, Yaa Allaah, Yaa Allaah, Yaa Allaah, Yaa Allaah, Yaa Allaah. (Sebutlah Nama yang Mahaindah ini sebanyak yang kau mau. Rasakanlah keindahan menyebut Nama-Nya. Maka ketenangan akan menyelimutimu. Karena Dialah Yang memberi segala yang kau minta, menghapus segala dosa, mengabulkan segala doa, maka apalagi yang akan kau risaukan?
~by artikelislami
Suasana kampus kembali meriah. Tamat semester lepas, dua bulan kampus Universiti Malaya sunyi. Namun, Julai ini kampus ceria kembali. Tidak kira sama ada mahasiwa baru ataupun yang sudah bergelar senior, semua kelihatannya datang dengan semangat dan azam yang baru. Menjadi perantau ilmu yang sanggup mengembara meninggalkan kampung halaman demi mengejar sebuah kejayaan. Keazaman terpasak dalam hati kita untuk bersungguh-sungguh dalam mendalami ilmu. Besar harapan kita untuk meraih sebuah kejayaan, namun besar lagi harapan ayah bonda. Inilah masanya untuk menzahirkan dan membuktikan kesungguhan dari terutamanya bagi mahasiswa baru. Namun bagi senior pula, inilah masanya untuk meningkatkan keupayaan itu untuk menjadi yang terbaik dalam pelbagai perkara.
Bila dikenang, kembara sang pencinta ilmu bermula dengan menyebut aliff, ba & ta atau membilang 1,2 & 3. Tujuannya adalah itu, manakala ikatannya adalah guru. Guru adalah ibu dan ayah bagi kita di alam belajar. Dari 1,2 & 3 itulah, kita mula mencipta segaris demi segaris kejayaan sehingga kita berjaya berada di sini. Jatuh bangun di alam persekolahan dulu, banyak dikongsi bersama cikgu. Lantas sekarang, rindu kepada mereka sangat menebal. Terima kasih cikgu!!. Kami tak kan berada di sini tanpa pengorbanan serta jerih payah cikgu mendidik kami. Kasih sayang yang dihulurkan akan sentiasa kejap di ingatan.
Kini, kita harus menyedari letak duduk kita. Mahasiswa. Suatu perkataan yang diiring dengannya pelbagai ujian dan cabaran bagi mematangkan dan mendewasakan kita. Sang perantau akan sentiasa diuji. Itu perkara pasti. Cumanya ujian itu berbeza mengikut tahap seseorang. Paling penting di sini, kesedaran untuk menjadikan ujian dan cabaran itu sebagai batu loncatan untuk meningkatkan kemahiran diri. Akan ada yang bakal diuji dengan kekurangan wang, kesukaran memahami pelajaran, cinta yang putus di pertengahan dan pelbagai macam lagi ujian. Saat itu, yang sangat diperlukan adalah sokongan teman-teman, doa ayah bonda di kampung halaman, dan utamanya kasih Allah Yang Maha Menciptakan.
Begitulah sebahagian kisah kembara sang pencinta ilmu. Perjalanan seterusnya akan dikisahkan pada masa-masa hadapan. Sufyan as-Tsauri pernah berkata : “Sesiapa yang menginginkan dunia dan akhirat, hendaklah ia mencari ilmu” Dalam surah al-Imran (138) : “Jangan berasa lemah dan jangan berasa susah kerana kamu akan menang jika kamu bersungguh-sungguh…”.
~STRIVE FOR YOUR FUTURE!!!!~
^ PERMADAH 1 KELUARGA ^