Pages

Monday, March 01, 2010

Perang Dalam Islam (Bahagian 1)

MEMAHAMI HAKIKAT PERANG DALAM ISLAM

Bismillahirrahmanirrahim...

Kata Islam berasal dari akar kata Salima yang bererti selamat, damai, sentosa. Sedangkan Islam adalah bererti tunduk, patuh, berserah diri, menyerahkan segala urusan hanya kepada Allah SWT, Sang Pemilik, Sang Pencipta Alam Semesta dan segala isinya, agar tercapai keselamatan dan kedamaian di muka bumi. Perintah utama yang disampaikan oleh seluruh Nabi dan Rasul kepada umat manusia sejak zaman nabi Adam as hingga Rasulullah Muhammad SAW sebagai nabi akhir zaman, tidak pernah berubah iaitu memurnikan ketundukan, penyembahan dan penghambaan hanya kepada-Nya, tidak ada yang selain-Nya.


Ini adalah ajaran Tauhid. Jadi sesungguhnya semua agama yang diturunkan melalui perantaraan para Nabi dan Rasul pada dasarnya adalah satu, iaitu Islam. Yang berbeza hanyalah syariat, cara penyembahan, yang sesuai dengan zaman di mana para Rasul diturunkan di tengah masyarakatnya.

Islam yang dikenal pada masa sekarang adalah agama Islam yang diturunkan melalui Rasulullah Muhammad SAW 14 abad silam dengan kitab Al-Qur’an. Di dalam kitab ini diterangkan bahwa Muhammad SAW adalah nabi penutup yang diutus untuk seluruh umat yang ada di dunia ini. Allah SWT tidak akan mengutus seorangpun Nabi mahupun Rasul setelah itu. Ini bererti syariat yang dikehendaki dan diredhai setelah adanya ajaran Muhammad SAW hingga akhir zaman nanti hanyalah ajaran yang dibawa oleh baginda. Sedangkan ajaran dan syariat yang dibawa para Nabi dan Rasul terdahulu hanya berlaku untuk masa yang telah lalu dan umat tertentu pula.

Para Nabi dan Rasul ini mengajarkan bahwa di sebalik kehidupan di dunia ini terdapat kehidupan akhirat. Semua kitab yang dibawa para utusan tersebut menerangkan hal ini dengan sangat jelas.

”Dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Qur’an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung”.
(QS.Al-Baqarah(2):4-5).

Ironisnya, kehidupan akhirat ini jauh lebih kekal daripada kehidupan dunia. Kehidupan akhirat terbahagi kepada dua bahagian, iaitu syurga dan neraka. Syurga adalah kehidupan yang menyenangkan dan penuh kenikmatan sebaliknya neraka adalah kehidupan yang penuh kesengsaraan, penuh siksaan dan penderitaan. Kehidupan dunia inilah yang menentukan kehidupan akhirat nanti atas izin-Nya.

Maha Suci Allah, Dia tidak menginginkan hamba- Nya memasuki neraka. Sesungguhnya neraka dan siksaan yang ditunjukkannya hanyalah ancaman dan peringatan agar hamba-Nya berhati-hati dalam menjalani kehidupan dunianya, agar mereka tidak tersesat dengan hanya mengikuti hawa nafsu serta menuruti godaan syaitan terkutuk.


Atas tujuan ini, Dia mengutus para Nabi dan Rasul lengkap dengan Kitab Petunjuk- Nya. Atas dasar ini pula Allah SWT memerintahkan para utusan-Nya untuk memerangi hamba-hamba-Nya yang tersesat, bila mana mereka tidak mahu menerima dakwah tersebut dengan baik. Itu semua demi keselamatan hamba yang dicintai-Nya dari siksa neraka yang sangat mengerikan!

Rasulullah SAW berdakwah di Makkah secara rahsia selama 3 tahun. Setelah itu turun wahyu yang memerintahkan agar beliau berdakwah secara terang-terangan. Namun ajakan baginda menuju kebaikan, menuju penyembahan Tauhid yang benar tidak disambut dengan baik. Sebaliknya Rasulullah dan para sahabat malah diejek, dilecehkan dan dianiaya. Sejarah memaparkan betapa sahabat seperti Sumayyah dan suaminya diperlakukan dengan teruk. Mereka disiksa kemudian dibunuh semata- mata mempertahankan kalimah 'ahad'.


Siksaan demi siksaan terus dipertingkatkan dari semasa ke semasa. Selama 2 hingga 3 tahun para sahabat hidup dalam kesulitan baik dalam mendapatkan sumber makanan mahupun berinteraksi dengan dunia luar. Sedangkan kejahatan tidak mereka lakukan, apa yang diinginkan hanyalah memurnikan penghambaan dan penyembahan kepada yang berhak iaitu Allah subhanuahu wa ta'ala Yang Maha Agung. Bahkan Rasulullah pun tidak sunyi dari ancaman pembunuhan sehingga akhirnya kaum Muslimin terpaksa menuju ke Madinah; meninggalkan kota kelahiran mereka, Makkah, kota di mana mereka mencari nafkah kehidupan, tempat mereka membesar yang mana segala kenangan terpahat di situ. Namun, demi nur Islam yang mengalir dan berpahat kukuh bersama- sama aqidah yang jitu, mereka dengan penuh yakin terus mara ke hadapan dalam memperjuangkan Islam.


Namun di kota baru tersebut, kaum Muslimin tetap tidak dapat hidup dengan tenang. Kali ini kaum Yahudi yang banyak menempati wilayah-wilayah tertentu di Madinah, ikut memusuhi kaum Muslimin. Mereka merasa benci dan dengki kerna utusan yang dijanjikan dalam kitab mereka, ternyata bukan datang dari kalangan mereka, melainkan dari bangsa Arab yang selama ini mereka lecehkan. Perjanjian Madinah yang isinya antara lain saling menghormati ajaran masing-masing pun tidak dipedulikan lagi. Orang-orang Yahudi ini malah memprovokasi penduduk Makkah dan sekitarnya agar mereka bersatu menyerang ajaran Islam yang baru tumbuh tersebut. Akhirnya muncullah peperangan demi peperangan : Perang Badar, Perang Uhud, Perang Parit, Perang Khaibar dan sebagainya.

Perang yang mendapat izin dari-Nya pada mulanya bertujuan bagi mempertahankan diri. Kemudian setelah Islam berdiri tegak, perang diperintahkan dengan tujuan menghilangkan penyembahan terhadap berhala dan kembali ke ajaran Tauhid, tetapi dengan syarat pihak yang akan diperangi harus didakwah terlebih dahulu secara damai. Bila mereka menolak dan ingin tetap pada pendiriannya semula, mereka tidak boleh menghalangi apalagi mengganggu ajaran Islam. Jika ia berada di bawah kekuasaan pemerintahan Islam, orang-orang seperti itu tetap berhak mendapat hak perlindungan. Namun sebagai gantinya mereka harus membayar jizyah (zakat bagi penduduk Muslimin). Tetapi bila mereka menolak apalagi mengganggu dan menghalangi ajaran Islam maka mereka wajib diperangi. Namun demikian perempuan, anak-anak, orang tua bahkan tanaman sekalipun dilarang untuk dihancurkan kecuali atas sebab-sebab khusus.

” Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah”.(QS.Al-Anfal(8):39).

Tetapi harus diingat, perang dalam Islam bukan untuk kepentingan politik, kelompok, ras maupun golongan tertentu. Perang adalah pilihan terakhir demi tercapainya masyarakat yang adil, damai, tunduk dan patuh terhadap aturan Sang Pemilik Yang Tunggal. Jadi tujuan perang bukan untuk mencari korban dan asal membunuh saja. Hal ini jelas tercermin dari jumlah korban selama peperangan yang terjadi pada masa hidup Rasulullah. Tercatat selama 23 tahun itu telah terjadi kurang lebih 20 perang besar.

Dr. Muhammad Imarah, seorang cendekiawan Muslim Mesir terkenal melakukan penelitian. Ternyata jumlah korban yang jatuh selama itu hanyalah 386 orang saja, baik dari pihak Muslim maupun pihak musuh. Bandingkan dengan perang saudara antara Katholik vs Protestan yang terjadi selama 30 tahun antara 1618-1648. Perang ini menelan korban jiwa 10 juta orang! Menurut Voltaire, seorang filsuf Perancis yang hidup antara tahun 1694-1778 jumlah tersebut sama dengan jumlah 40% penduduk Eropah Tengah pada abad pertengahan. Bandingkan juga dengan jumlah korban yang tewas dalam UU Indian Removal Act tahun 1830 yang menyebabkan 70 000 orang Indian tewas dan terusir dari tanah airnya sendiri atau cuba bandingkan dengan jumlah korban bom atom di Hirosima dan Nagasaki pada tahun 1945 yang jumlahnya mencapai ratusan ribu.

“Demi Allah, wahai bapa saudaraku! Sekiranya mereka letakkan matahari di sebelah kananku dan bulan di sebelah kiriku dengan maksud agar aku tinggalkan pekerjaan ini (menyeru mereka kepada agama Allah) sehingga ia tersiar (di muka bumi) atau aku akan binasa kerananya, namun aku tidak akan menghentikan pekerjaan ini”.


Itulah kalimah yang diucapkan oleh Rasulullah SAW ketika Abu Thalib, seorang bapa saudara yang selama itu senantiasa melindunginya, menganjurkan agar beliau segera menghentikan penyebaran syi’ar Islam kerana beliau merasa tidak mampu terus menerus melindungi anak saudaranya yang tercinta kerana beliau sendiri terus ditekan para pemuka Quraisy. Ajakan ini pulalah yang terus dikumandangkan para utusan Allah sejak dahulu kala, agar manusia terhindar dari siksa api neraka.


” Sesungguhnya aku adalah seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu, maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan-ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam”.(QS.Asy-Syuara’(26):107-109).

Sayangnya, kebanyakan orang tidak mahu lagi memikirkan Hari Akhirat. Kecintaan terhadap dunia yang berlebihan serta takut akan mati membuatkan pandangan dan fikiran menjadi jumud dan sempit. Kebebasan berpendapat dan segala macam ideologi yang hanya terbatas pada kepentingan yang bersifat duniawiyah dan hanya menguntungkan kelompok tertentu terus muncul. Padahal hukum yang seperti ini akhirnya hanya akan memunculkan Hukum Rimba, siapa kuat dialah yang menang. Sungguh golongan seperti ini adalah orang yang rugi.

Wallahu a'lam bil shawab.

0 KOMEN: