Pages

Wednesday, February 03, 2010

Aqidah & Perubahan


Rasulullah saw. bersabda, “Setiap Nabi mempunyai sahabat dan hawari yang selalu berpegang teguh dengan petunjuknya dan mengikuti sunnahnya. Lalu muncullah generasi pengganti (yang buruk) yang (hanya) mengatakan apa yang tidak mereka lakukan dan melakukan apa yang tidak diperintahkan. Maka siapa yang berjuang (untuk meluruskan) mereka dengan tangannya, dia adalah mukmin. Dan barang siapa yang berjuang dengan lidahnya, maka ia adalah mukmin. Dan barangsiapa berjuang dengan hatinya, maka ia adalah mukmin. Dan tidak ada di belakang itu keimanan sedikit pun.” (Muslim)

Perubahan harus dikawal dengan aqidah islamiyyah. Aqidah islamiyyah memberi keuntungan yang luar biasa bagi individu yang mencita-citakan perubahan. Namun bukan itu sahaja. Aqidah islamiyyah juga mempunyai peranan besar dalam menciptakan ketenteraman dan keharmonian dalam kehidupan sebuah masyarakat.

“Keimanan kepada Allah, Rasul-Nya, dan hari akhir serta berserah diri kepada Allah dan patuh kepada agama-Nya telah meluruskan semua yang bengkok di dalam kehidupan dan mengembalikan setiap individu dalam masyarakat manusia kepada kedudukannya, tidak mengurangi dan tidak pula melebih-lebihkan martabatnya,” al- Maududi menyatakan pendapatnya dalam "Kerugian Dunia Akibat Kemorosotan Kaum Muslimin, hal.127, th. 88"
Aqidah Islam telah berjaya melahirkan tunggak masyarakat sejahtera dan adil. Tunggak-tunggak itu adalah:

(1) Kebebasan jiwa
(2) Persamaan kemanusiaan yang sempurna
(3) Amar ma’ruf dan nahi munkar

Tanpa ketiga- tiga tunggak di atas, mustahillah akan terhasilnya kedamaian & kesejahteraan dalam sesebuah masyarakat. Tunggak tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

Pertama, kebebasan jiwa.

Tidak akan terjalin interaksi harmoni antara anggota masyarakat tanpa kebebasan jiwa setiap anggota masyarakat tersebut. Dalam keadaan jiwa yang terikat dan dihantui dengan ketakutan atau terbelenggu dengan perhambaan sesama manusia, mustahil hubungan harmoni itu akan muncul. Yang akan lahir hanyalah kesengsaraan. Yang kuat akan menjadi penguasa dan yang lemah akan menjadi hamba abdi, tanpa punya pilihan lain. Kondisi yang paling berbahaya dalam kehidupan adalah sekiranya hubungan tuhan-hamba diwujudkan.

Kemerdekaan jiwa itu hanya dilahirkan dari aqidah yang benar. Penanaman kebebasan jiwa dilakukan oleh Islam dengan menegaskan bahwa manusia harus bebas dari pengibadatan, pengabdian, kepatuhan kepada selain daripada Allah; bahawa tidak seorang pun yang memiliki kekuasaan menghidupkan dan mematikan selain Allah; bahwa sumber rezeki dan yang menentukan kepada siapa rezeki itu diberikan hanyalah Allah; serta, bahwa hanya Allah pula yang memberikan keselamatan dan bahaya (madharat).

“Katakanlah: ‘Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang berkuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup; dan siapakah yang mengatur segala urusan?’ Mereka akan menjawab: ‘Allah’.”
(Yunus: 31)

Dengan demikian, aqidah Islam adalah pencetus motivasi dan orang beriman adalah pelopor terhadap penentangan mempertuhankan manusia oleh sesama manusia. Ini disebabkan oleh hal tersebut bertentangan dengan pembebasan jiwa manusia.

“Maka itulah Allah Rabb kamu yang benar. Maka tiadalah setelah kebenaran itu selain kesesatan.” (Yunus: 32).

Piagam Madinah juga menyatakan bahawa sebuah kesepakatan antara kaum muslimin dengan penduduk Madinah adalah “Janganlah sebahagian kita menjadikan sebahagian lain sebagai tuhan”.

Ini bersesuaian dengan petunjuk yang dinyatakan dalam Al-Qur’an dalam surah Ali Imran:64.

Katakanlah: “Hai ahli kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah”. jika mereka berpaling Maka Katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”.

Kedua, persamaan kemanusiaan yang sempurna yang digagaskan berasaskan tunggak pertama sebelum ini.

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:

“Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian (terdiri) dari laki-laki dan wanita; dan Kami jadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kalian saling mengenal.” (Al-Hujurat: 15).

Ketiga, amar ma’ruf dan nahi munkar.

Masyarakat yang berlandaskan aqidah Islam akan sangat peduli tentang nasib lingkungannya. Dengan demikian setiap anggota masyarakat secara automatik akan bersama- sama berganding bahu bagi memastikan rakyatnya dan pemerintahannya sentiasa berterusan melakukan kebaikan & mencegah kemungkaran.

“Dan orang-orang beriman itu, baik laki-laki maupun perempuan, sebahagian mereka adalah penolong (pemimpin) bagi sebahagian lain; mereka menyuruh melakukan yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar.” (At-Taubah: 71)

Cukuplah menjadi alasan datangnya bencana dari Allah jika sebuah masyarakat tidak cakna terhadap peribadi anggota masyarakatnya; jika mereka lebih memilih menyelamatkan diri sendiri daripada melakukan koreksi terhadap apa yang terjadi di sekitarnya; jika mereka takut untuk mengatakan yang benar sebagai benar dan yang salah adalah salah, maka, bencana yang kini menimpa negeri tercinta ini pun tidak lepas disebabkan kelalaian untuk melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar itu.

Rasulullah saw. bersabda,

“Demi Zat Yang diriku ada di tangan-Nya, perintahlah kepada yang ma’ruf dan cegahlah dari yang munkar, atau (jika tidak kamu lakukan), maka Allah akan mengirimkan kepada kalian siksa dari sisi-Nya, kemudian kalian memohon kepada-Nya dan tidak dikabulkan.” (Hadith Hasan riwayat At-Tirmidzi)

Dalam hadith lain Rasulullah saw. menegaskan,

“Barangsiapa beriman kepada Allah dan kepada hari akhirat, maka hendaklah ia berbicara yang baik atau (jika tidak bisa maka) diamlah.” Sabdanya pula, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan kepada hari akhirat, maka hendaklah ia menghormati tetangganya. Dan barang siapa beriman kepada Allah dan kepada hari akhirat, maka hendaklah ia menghormati tamunya.”

Justeru, marilah kita bersama- sama menetapkan aqidah dan menguatkan iman kita selagi mana hayat masih dikandung badan. Wallahu a'lam.

0 KOMEN: